By : Achmad Choirudin
Azdan untuk waktu Dzuhur berkumandang. Siang itu, dengan badan lusuh dan lapar, saya pulang ke rumah setelah setengah hari meninggalkannya. “Dari mana saja kamu itu?” tanya Ibu menyambut kedatanganku dengan nada agak membentak.
Kala itu saya berusia kira-kira 8 tahun. Duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Pekuwon II, Kec. Sumberrejo, Kab. Bojonegoro. Namanya anak-anak, paling senang ya bermain. Dalam bahasa jawa dolanan. Saya pun menjawab, “Habis dolanan.” Dan Ibu sontak menyahutnya, “Bocah kok senengane dolanan ae. Sampe lali maem.”
Lantas ibu melanjutkan umpatannya, “Dolanan apa kok tangannya kotor gitu?” ya siang itu saya habis dolanan mple’-mple’an. Jenis dolanan ini pasti membuat tangan kotor dengan tanah. Sisa-sisa tanah menempel di telapak tangan. Awalnya tanah itu setengah basah. Lama-lama mengering di tangan. Ups, tapi bukan itu substansi permainan ini. Kotornya tangan hanya efeknya.
Begini awal cerita siang itu. Seperti umpatan Ibu tadi, yang namanya bocah pasti seneng bermain atau dolanan. Dolanan yang lagi ngetrend kala itu (nampaknya hingga sekarang) adalah miniatur mobil atau motor. Biasa disebut mobil-mobilan atau motor-motoran. Kalau punya uang banyak, bisa memainkan mainan mobil atau motor-motoran yang terbuat dari isntrumen teknologi elektronik. Dioperasikan dengan listrik atau tenaga lain dengan basis instalasi kerja rangkaian teknik fisika.
Nah, beda lagi ceritanya kalau cah ndeso yang notabene tak punya uang cukup untuk beli mainan sejenis itu. Padahal tetap pengen punya motor atau mobil-mobilan. Untunya cah ndeso dekat dengan alam. Bisa juga memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah untuk bekal kreatif.
Siang itu, hingga telapak tangan penuh dengan sisa-sisa tanah yang mengering, tak lain kami habis merangkai motor dan mobil-mobilan dari tanah. Tak ada uang buat beli mainan elektronik atau sejenisnya, tanah pun bisa dimanfaatkan.
Tanah itu kan zat padat yang cukup lunak. Dia tidak keras seperti batu. Apalagi tanah yang setengah basah. Kalau terlalu basah, lumpur namanya. Tanah setegah basah mau saja dibentuk jadi berbagai rupa. Dibuat jadi bulat menyerupai bola, mau. Dibentuk kotak seperti balok, tak nolak juga. Kemanutan tanah inilah yang menginspirasi kami untuk membentuknya menjadi miniatur motor atau mobil.
Begini caranya. Ambil tanah setengah basah. Bisa didapatkan dimanapun. Kala itu, saya biasa mengambil tanah setengah basah dari bongkahan rumah yuyu yang melubangi lahan-lahan kosong. Tanah di lereng sugai atau pairit kurang pas. Terlalu basah. Sedangkan tanah bongkahan rumah yuyu kadar kebasahannya tidak terlalu tinggi. Dia lembek, tak lembek-lembek amat dan tak keras. Pokoknya pas lah jadi bahan baku miniatur mobil-mobilan.
Setelah mendapatkan tanah setengah basah secukupnya. Langsung saja mulai membaginya ke dalam beberapa gumpalan sesuai kebutuhan. Misalnya, untuk membentuk sebuah mobil, ada beberapa bagian vital dengan bentuk yang berbeda-beda. Misalnya saja truk. Ada roda, kepala, dan wadah pengangkutnya, bisa berbentuk bak atau box.
Saya sendiri paling senang membentuk miniatur truk box. Sealain mudah, bentuknya unik dan estetik. Truk box juga paling sering dipakai untuk beradegan dalam film-film action. Pokoknya keren.
Untuk membentuknya, saya membagi tanah ke dalam bagian rangka, roda, box dan kepala. Tanah yang sudah dibagi itu lantas di padatkan dulu. Caranya simpel. Tinggal meremas-remas dengan tangan. Bagian rangka berbentuk lempengan balok tipis. Fungsinya untuk memangku kepala dan box truk. Cara membentuknya juga sederhana. Tinggal membentur-benturkan tanah yang sudah padat tadi ke lantai. Tetunya tidak dengan keras-keras. Kalau terlalu keras, tanah bakal nempel di lantai. Memukul-mukulkannya dengan tenaga secukupnya dan sesuai alur bentuk. Nah, langkah memukul-mukulkan tanah ke lantai inilah yan disebut mple’-mple’an. Tak ada landasan filosofisnya. Nama itu diadopsi dari bunyi dipukul-pukulkan tanah setengah basah tadi ke lantai. Plek, plek, plek, plek!
Bagian kedua adalah kepala truk. Caranya sama dengan membentuk rangka tadi. Bagian selanjutnya adalah box. Tinggal membentuk tanah setengah basah menjadi balok tebal dengan lebar dan panjang sisi-sisinya sesuai ukuran yang dikehendaki. Setelah kepala dan box jadi, langsung menempelkannya ke lempeng rangka pertama tadi. Agar daya rekatnya kuat, penempelan kepala dan box dilengkapi dengan potongan lidi yang ditancapkan ke bagian bawah kepala dan box. Baru ditancapkan ke lempeng pangkuan. Jadi deh...
Eh, sebentar dulu. Tanpa roda truk tak bisa jalan. Baru sekarang membentuk roda. Caranya sama sekali tak beda. Cuma, membentuk roda agak susah, karena bentuk roda yang bulat. Bagian ini tak cukup untuk di-emplek-emplek saja. Perlu sentuhan lembut tangan untuk mengukir tanah menjadi bulat mendekati sempurna.
Setelah empat roda terbentuk, mari kita pasang ke truk setengah jadi tadi. Dua roda untuk bagian depan, dua roda untuk bagian belakang. Agar roda bisa menggelinding, tentunya perlu as. Saya biasa menggunakan sapu lidi sebagai as roda. Tancapkan potongan sapu lidi ke rangka (lempeng balok tiipis pangkuan kepala dan box tadi), melintang hingga tembus, dan dilebihkan untuk tancapan roda. Dua as untuk bagian depan dan belakang.
Setelah as tertancap, langsung saja pasang roda ke masing-masing sisi as yang terlihat nongol di empat sisi. Caranya tinggal menancapkan saja. Truk sudah bisa berjalan...
Wah, kok rodanya sering lepas? Nah, roda yang tertancap di as tadi harus dikunci agar tidak mudah lepas. Bentuk bulatan tanah lagi. Kecil aja. Tancapkan ke as, di sebelah luar roda. Sekarang truk siap ngebut. Loh, truknya kan tak bisa jalan sendiri? Oh iya ya.
Perlu tenaga pendorong atau penarik. Untuk mainan ini, biasa digerakkan dengan tenaga tarik. Pasang cantolan di bagian depan kepala truk untuk mengaitkan tali. Cantolan ini bisa dari lidi juga. Kaitkan tali, saya biasa memakai serpihan pohon pisang (gedebok) sebagai instrumen penarik truk. Nah, setelah bisa ditarik, truk akan setia menemani petualangan bocah ndeso.
30 Juni 2009
23 Juni 2009
Pagla
By Iryan Ali
“Cring…”
Semua uang logam cepekan itu buyar, mencar ke mana-mana, setelah dilempar Deden dari jarak tiga meter ke lubang kecil berdiameter 8 cm dan dalam 3 cm. Wajah Deden langsung bungah, berseri, senyum senang melihat ada dua koin cepekan berwarna emas itu masuk ke lubang yang sengaja dibuat sedikit agak lebar dari uang logam itu.
“Nu mana Pik?” kata Deden ke Taufik. Taufik yang punya kesempatan giliran melempar koin setelah Deden bingung memilih koin mana yang perlu diincar Deden untuk dikenai koin gundu yang dipegangnya.
Anak-anak yang lain pun bersorak, menyarankan untuk menunjuk salah satu koin yang dirasa sulit, sehingga Deden tidak bisa mengenainya. Salah satu syarat untuk mendapatkan semua uang yang ditaruhkan itu adalah mengenai incaran yang sengaja dipilihkan. Sehingga, satu sama lain saling menjebak agar kumpulan uang receh itu lama didapatnya, atau kalaupun habis karena diperoleh dengan cara lempar-masukan uang recehan itu ke lubang.
Ada tiga koin yang numpuk jejer secara impitan, dan Taufik meminta koin yang tengah itu untuk dikenai koin gundu Deden. Ternyata, tembakan itu meleset, malah mengenai koin yang lain. Anak-anak yang lain pun atoh, sorak gembira, termasuk saya, karena berarti tidak jadi mendapatkan semua koin. Seterusnya, Taufik yang melempar, dan giliran saya yang akan menunjuk salah satu koin untuk ditembak. Setelah itu, seterusnya pula semua bergiliran.
Begitulah, biasanya saya dan teman kerap melakukan permainan taruhan lempar koin semacam itu di halaman pinggiran rumah, dekat pohon belimbing, di Kampung Karajan Desa Pangulah Selatan Kotabaru Karawang. Permainan ini biasa kami sebut Pagla, yakni permainan mempertaruhkan sejumlah koin yang dikumpulkan, lalu setiap orang yang ikut permainan punya kesempatan bergilir untuk memperebutkannya dengan cara melempar-masukan ke lubang atau mengenai salah satu koin yang sengaja diincar.
Cara bermain Pagla ialah berdasar kesepatkatan. Pertama, menyepakati jumlah uang logam yang hendak pertaruhkan oleh setiap orang. Kedua, jenis uang logam macam apa yang hendak dikumpulkan. Ketiga, mengatur jarak garis lempar permainan. Keempat, membuat lubang berdiameter seukuran uang logam yang telah disepakati.
Maka, caranya ialah setiap orang mendapat giliran kesempatan untuk melemparkan uang logam yang dikumpul, lalu mengincar lubang, berharap ada yang masuk. Apabila masuk, maka uang itu layak didapat orang yang melemparnya, sesuai dengan jumlah yang masuk. Setelah itu, orang yang yang mendapat giliran melempar koin berikutnya akan menunjuk koin mana yang perlu dituju untuk dikenakan oleh si pelempar dari jarak yang telah ditentukan di awal permainan. Apabila lemparannya jitu, mengenai koin yang ditunjuk oleh temannya, maka otomatis dia akan mendapatkan koin itu semua.
Tetapi, anak-anak tidak bisa bermain permainan semacam itu setiap hari atau bulan. Biasanya, saya di kampung melakukan permainan itu hanya saat memiliki cukup banyak uang. Artinya, kami menuggu musim di mana setiap anak tengah memegang uang. Jadi, biasanya kami melakukan permainan saat hari-hari libur lebaran, di mana setiap anak di kampung kami mendapat ceceupan dari sanak keluarga dan tetangga.
Sekarang, anak-anak di kampung saya sudah jarang sekali ada yang bermain Pagla, seperti yang saya lihat pada keponakan saya. Pertama, permainan ini dilarang para orang tua karena dinilai judi. Kedua, saat ini, ketika lebaran anak-anak biasanya memilih untuk membelanjakan uang ceceupan ke pasar, membeli pistol mainan, atau sekadar jajan di Alfa Mart atau sekadar main ke Cikampek Mall. Ketiga, menabung uang ceceupan itu untuk membeli tas, buku atau sepatu baru sebelum masuk sekolah.
Tentunya, sampai di sini, saya memaknai Pagla sekadar bagian dari ingatan dan pengalaman yang biasa saya lewatkan saat lebaran, selain ingatan pada ketupat, naik bukit Ciganea Purwakarta dan nonton televisi.[iyan]
“Cring…”
Semua uang logam cepekan itu buyar, mencar ke mana-mana, setelah dilempar Deden dari jarak tiga meter ke lubang kecil berdiameter 8 cm dan dalam 3 cm. Wajah Deden langsung bungah, berseri, senyum senang melihat ada dua koin cepekan berwarna emas itu masuk ke lubang yang sengaja dibuat sedikit agak lebar dari uang logam itu.
“Nu mana Pik?” kata Deden ke Taufik. Taufik yang punya kesempatan giliran melempar koin setelah Deden bingung memilih koin mana yang perlu diincar Deden untuk dikenai koin gundu yang dipegangnya.
Anak-anak yang lain pun bersorak, menyarankan untuk menunjuk salah satu koin yang dirasa sulit, sehingga Deden tidak bisa mengenainya. Salah satu syarat untuk mendapatkan semua uang yang ditaruhkan itu adalah mengenai incaran yang sengaja dipilihkan. Sehingga, satu sama lain saling menjebak agar kumpulan uang receh itu lama didapatnya, atau kalaupun habis karena diperoleh dengan cara lempar-masukan uang recehan itu ke lubang.
Ada tiga koin yang numpuk jejer secara impitan, dan Taufik meminta koin yang tengah itu untuk dikenai koin gundu Deden. Ternyata, tembakan itu meleset, malah mengenai koin yang lain. Anak-anak yang lain pun atoh, sorak gembira, termasuk saya, karena berarti tidak jadi mendapatkan semua koin. Seterusnya, Taufik yang melempar, dan giliran saya yang akan menunjuk salah satu koin untuk ditembak. Setelah itu, seterusnya pula semua bergiliran.
Begitulah, biasanya saya dan teman kerap melakukan permainan taruhan lempar koin semacam itu di halaman pinggiran rumah, dekat pohon belimbing, di Kampung Karajan Desa Pangulah Selatan Kotabaru Karawang. Permainan ini biasa kami sebut Pagla, yakni permainan mempertaruhkan sejumlah koin yang dikumpulkan, lalu setiap orang yang ikut permainan punya kesempatan bergilir untuk memperebutkannya dengan cara melempar-masukan ke lubang atau mengenai salah satu koin yang sengaja diincar.
Cara bermain Pagla ialah berdasar kesepatkatan. Pertama, menyepakati jumlah uang logam yang hendak pertaruhkan oleh setiap orang. Kedua, jenis uang logam macam apa yang hendak dikumpulkan. Ketiga, mengatur jarak garis lempar permainan. Keempat, membuat lubang berdiameter seukuran uang logam yang telah disepakati.
Maka, caranya ialah setiap orang mendapat giliran kesempatan untuk melemparkan uang logam yang dikumpul, lalu mengincar lubang, berharap ada yang masuk. Apabila masuk, maka uang itu layak didapat orang yang melemparnya, sesuai dengan jumlah yang masuk. Setelah itu, orang yang yang mendapat giliran melempar koin berikutnya akan menunjuk koin mana yang perlu dituju untuk dikenakan oleh si pelempar dari jarak yang telah ditentukan di awal permainan. Apabila lemparannya jitu, mengenai koin yang ditunjuk oleh temannya, maka otomatis dia akan mendapatkan koin itu semua.
Tetapi, anak-anak tidak bisa bermain permainan semacam itu setiap hari atau bulan. Biasanya, saya di kampung melakukan permainan itu hanya saat memiliki cukup banyak uang. Artinya, kami menuggu musim di mana setiap anak tengah memegang uang. Jadi, biasanya kami melakukan permainan saat hari-hari libur lebaran, di mana setiap anak di kampung kami mendapat ceceupan dari sanak keluarga dan tetangga.
Sekarang, anak-anak di kampung saya sudah jarang sekali ada yang bermain Pagla, seperti yang saya lihat pada keponakan saya. Pertama, permainan ini dilarang para orang tua karena dinilai judi. Kedua, saat ini, ketika lebaran anak-anak biasanya memilih untuk membelanjakan uang ceceupan ke pasar, membeli pistol mainan, atau sekadar jajan di Alfa Mart atau sekadar main ke Cikampek Mall. Ketiga, menabung uang ceceupan itu untuk membeli tas, buku atau sepatu baru sebelum masuk sekolah.
Tentunya, sampai di sini, saya memaknai Pagla sekadar bagian dari ingatan dan pengalaman yang biasa saya lewatkan saat lebaran, selain ingatan pada ketupat, naik bukit Ciganea Purwakarta dan nonton televisi.[iyan]
Labels:
ceceupan,
kotabaru karawang,
lubang kecil,
pagla,
uang logam
21 Juni 2009
Das-Dasan
By : Muhammad Ghofur
Das-dasan begitu kami menyebut nama permainan itu. Awal mula saya mengenal permainan ini adalah sewaktu menuntut ilmu di Sekolah Dasar Negeri Sugihwaras II. Sekolah tersebut berada di desa Sugihwaras, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Jam istirahat antar mata pelajaran menjadi prime time berlangsungnya pertandingan Das-dasan. Biasanya saat istirahat, siswa menghabiskan waktu menurut bakat, minat sekaligus kemampuannya. Permainan ini tergolong permainan asah otak dan tidak menuntut kekuatan otot. Kebanyakan dimainkan oleh bocah laki-laki. Model permainan yakni head to head. Sebenarnya pemain ada dua orang yang saling berhadapan. Namun, pada perkembangannya bisa menjadi dua kelompok lantaran suporter di tiap pihak bisa sekaligus menjadi penasehat strategi dan tim pemenangan.
Dua hal utama yang harus dipahami dalam permainan dam-daman adalah bidak dan papan main. Bidak biasa dibuat dari batu maupun biji buah asem. Sedangkan papan main, bisa kertas atau tanah sekalipun yang digambar dengan motif tertentu. Dalam sebuah papan main das-dasan, terdapat titik-titik yang digunakan pijakan pada masing-masing bidak. Diantara tiap-tiap titik terdapat garis horisontal, vertikal dan diagonal yang dijadikan jalur langkah bagi bidak. Dalam sebuah permainan terdapat
Tujuan utama dari das-dasan adalah menghabiskan bidak lawan. Bidak lawan dapat dimakan dengan cara melompatinya. Tahap melompati ini juga dapat diartikan sebagai salah satu cara untuk melangkah atau berjalan. Namun, bidak juga bisa berjalan dengan cara melangkahi satu per satu titik lewat garis yang tersedia.
Langkah bidak, baik melompati lawan maupun satu langkah, dimaksudkan untuk mencapati puncak yang berada di sisi main lawan. Dengan mencapai sisi puncak lawan, bidak pemain yang mencapainya akan menjadi bidak Das. Bidak ini semacam poker dalam permainan kartu sebab memiliki kemampuan ekstra. Kelebihan bidak Das adalah mampu berjalan dan melangkah lebih dari satu titik didepannya. Saat bidak Das melangkah, ia juga dapat sekaligus menghabisi bidak-bidak musuh yang ada didepannya.
Pemain yang lebih dulu bidaknya habis ia menjadi pihak yang kalah. Jadi, kunci utama untuk memenangi permainan ini adalah dengan menjadikan bidak mencapai puncak sisi lawan.
Das-dasan begitu kami menyebut nama permainan itu. Awal mula saya mengenal permainan ini adalah sewaktu menuntut ilmu di Sekolah Dasar Negeri Sugihwaras II. Sekolah tersebut berada di desa Sugihwaras, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Jam istirahat antar mata pelajaran menjadi prime time berlangsungnya pertandingan Das-dasan. Biasanya saat istirahat, siswa menghabiskan waktu menurut bakat, minat sekaligus kemampuannya. Permainan ini tergolong permainan asah otak dan tidak menuntut kekuatan otot. Kebanyakan dimainkan oleh bocah laki-laki. Model permainan yakni head to head. Sebenarnya pemain ada dua orang yang saling berhadapan. Namun, pada perkembangannya bisa menjadi dua kelompok lantaran suporter di tiap pihak bisa sekaligus menjadi penasehat strategi dan tim pemenangan.
Dua hal utama yang harus dipahami dalam permainan dam-daman adalah bidak dan papan main. Bidak biasa dibuat dari batu maupun biji buah asem. Sedangkan papan main, bisa kertas atau tanah sekalipun yang digambar dengan motif tertentu. Dalam sebuah papan main das-dasan, terdapat titik-titik yang digunakan pijakan pada masing-masing bidak. Diantara tiap-tiap titik terdapat garis horisontal, vertikal dan diagonal yang dijadikan jalur langkah bagi bidak. Dalam sebuah permainan terdapat
Tujuan utama dari das-dasan adalah menghabiskan bidak lawan. Bidak lawan dapat dimakan dengan cara melompatinya. Tahap melompati ini juga dapat diartikan sebagai salah satu cara untuk melangkah atau berjalan. Namun, bidak juga bisa berjalan dengan cara melangkahi satu per satu titik lewat garis yang tersedia.
Langkah bidak, baik melompati lawan maupun satu langkah, dimaksudkan untuk mencapati puncak yang berada di sisi main lawan. Dengan mencapai sisi puncak lawan, bidak pemain yang mencapainya akan menjadi bidak Das. Bidak ini semacam poker dalam permainan kartu sebab memiliki kemampuan ekstra. Kelebihan bidak Das adalah mampu berjalan dan melangkah lebih dari satu titik didepannya. Saat bidak Das melangkah, ia juga dapat sekaligus menghabisi bidak-bidak musuh yang ada didepannya.
Pemain yang lebih dulu bidaknya habis ia menjadi pihak yang kalah. Jadi, kunci utama untuk memenangi permainan ini adalah dengan menjadikan bidak mencapai puncak sisi lawan.
Labels:
bidak,
bijinegoro,
dam-daman,
das,
das-dasan,
melangkahi,
muhammad ghofur
07 Juni 2009
Permen Karet Bergambar
By Kelik Supriyanto
Tidak terduga ternyata mainanku dahulu kutemukan lagi. Permen karet bergambar beraneka binatang, motor, dan mobil. Permen karet bermerek "GOOFY BUBLE GUM" ini berupa gambar berukuran 5,6 cm x 6,8 cm berbahan dasar plastik, sehingga bisa bertahan dari kelembaban. Foto full color. Sayang sekali saya tidak menyimpan bungkus permen karetnya sehingga tidak terlacak pabrik pembuatnya. Beredar sekitar tahun 80-an awal.
Setiap permen karet terselip selembar gambar dalam posisi terlipat. Kita tidak tahu gambar apa yang ada didalamnya. Untuk mendapatkan gambar yang lengkap kita harus banyak mengunyah permen karet tersebut. Kita selalu penasaran untuk mengetahui gambar-gambar yang ada didalamnya.
Dari seluruh koleksi saya tersebut terbagi menjadi gambar mobil, motor, kapal laut, pesawat terbang, dan hewan liar. Semua gambar motor dan mobil yang sedang trend pada waktu itu.
Pesawat terbang terdiri dari Airbus A 300 B4, Boeing 727-200, dan helicopter MBB BO 105. Sedang gambar motor terdiri dari BMW R 100 RS, Harley Davidson XLH 1000, Yamaha XS 1100, dan Suzuki GT 500. Kapal laut ada Cruiser South Carolina USA, Hydrofoil Boat Ferry London, Car Ferry greece, Frigate Karlsruhe W-Germany, Oil Supertanker, Destroyer Impavido Italy, dan Submarine Sirene France.
Gambar mobil terdiri dari Lamborghini Countach LP, Thunderbird, Mercedes Benz 280 TE, Ford Granado GLS, Mercedes Benz 600, Citroen CX2400 GTI, Lancia Stratos, Chevrolet Blazer, Cadilac Sevile, Alva Romeo Giulietta 1.6, Mitsubishi Sapporo 2000 GLS, Lotus Eclat 520, Simca Bagheera, Jaguar XJ-S, dan yang lainnya.
Gambar hewan terdiri dari beruang, jerapah, cheetah, badak, singa, macan, kucing liar.
Dari gambar tersebut yang dulu paling aku suka yaitu mobil listrik berkecepatan 226km/jam yang bentuknya unik. Hewan liar yang aku suka cheetah. Jaman dahulu setiap mau tidur gambar-gambar tersebut aku keluarkan untuk dipelototi. Mungkin karena minimnya hiburan pada waktu itu. Gambar berwarna dari plastik merupakan hal yang saya anggap cukup mewah.
Eh, ternyata sejak kecil aku suka melihat hewan, makanya sampai sekarang masih saja memelototi tayangan Discovery Chanel. Pingin sih bisa memotret hewan liar dihabitatnya. Kapan ya bisa terkabul keinginan saya ini ? Jadi iri sama Alain Compost.
Tidak terduga ternyata mainanku dahulu kutemukan lagi. Permen karet bergambar beraneka binatang, motor, dan mobil. Permen karet bermerek "GOOFY BUBLE GUM" ini berupa gambar berukuran 5,6 cm x 6,8 cm berbahan dasar plastik, sehingga bisa bertahan dari kelembaban. Foto full color. Sayang sekali saya tidak menyimpan bungkus permen karetnya sehingga tidak terlacak pabrik pembuatnya. Beredar sekitar tahun 80-an awal.
Setiap permen karet terselip selembar gambar dalam posisi terlipat. Kita tidak tahu gambar apa yang ada didalamnya. Untuk mendapatkan gambar yang lengkap kita harus banyak mengunyah permen karet tersebut. Kita selalu penasaran untuk mengetahui gambar-gambar yang ada didalamnya.
Dari seluruh koleksi saya tersebut terbagi menjadi gambar mobil, motor, kapal laut, pesawat terbang, dan hewan liar. Semua gambar motor dan mobil yang sedang trend pada waktu itu.
Pesawat terbang terdiri dari Airbus A 300 B4, Boeing 727-200, dan helicopter MBB BO 105. Sedang gambar motor terdiri dari BMW R 100 RS, Harley Davidson XLH 1000, Yamaha XS 1100, dan Suzuki GT 500. Kapal laut ada Cruiser South Carolina USA, Hydrofoil Boat Ferry London, Car Ferry greece, Frigate Karlsruhe W-Germany, Oil Supertanker, Destroyer Impavido Italy, dan Submarine Sirene France.
Gambar mobil terdiri dari Lamborghini Countach LP, Thunderbird, Mercedes Benz 280 TE, Ford Granado GLS, Mercedes Benz 600, Citroen CX2400 GTI, Lancia Stratos, Chevrolet Blazer, Cadilac Sevile, Alva Romeo Giulietta 1.6, Mitsubishi Sapporo 2000 GLS, Lotus Eclat 520, Simca Bagheera, Jaguar XJ-S, dan yang lainnya.
Gambar hewan terdiri dari beruang, jerapah, cheetah, badak, singa, macan, kucing liar.
Dari gambar tersebut yang dulu paling aku suka yaitu mobil listrik berkecepatan 226km/jam yang bentuknya unik. Hewan liar yang aku suka cheetah. Jaman dahulu setiap mau tidur gambar-gambar tersebut aku keluarkan untuk dipelototi. Mungkin karena minimnya hiburan pada waktu itu. Gambar berwarna dari plastik merupakan hal yang saya anggap cukup mewah.
Eh, ternyata sejak kecil aku suka melihat hewan, makanya sampai sekarang masih saja memelototi tayangan Discovery Chanel. Pingin sih bisa memotret hewan liar dihabitatnya. Kapan ya bisa terkabul keinginan saya ini ? Jadi iri sama Alain Compost.
Langganan:
Postingan (Atom)