By Kelik Supriyanto
Lirikan matamu menarik hati
Oh senyumanmu manis sekali
Sehingga membuat… aku tergoda
Sebenarnya aku ingin sekali
Mendekatimu memadu kasih
Namun sayang-sayang… malu rasanya
Biar kucari nanti caranya
[Reff:]
Memang sekarang malam perpisahan
Namun awal lahirnya percintaan
Harapanku dapatlah kau rasakan
Meskipun belum aku menyatakan
Oh kiranya aku… telah jatuh cinta
Senyumlah sayang sekali lagi
Sebagai tanda aku tak sendiri
Percayalah baru… pertama kali
Pengalaman ini aku alami
Lagu Lirikan Matamu yang dinyanyikan oleh A. Rafiq tersebut mengingatkan akan lagu-lagu masa lalu. Bagi generasi era 80-an pasti akan mengenal artis-artis semisal R.H. Oma Irama, Elvi Sukaesih. Untuk artis anak-anak yang populer saat itu Dina Mariana, Adi Bing Slamet, Chicha Koeswoyo, Iyut Bing Slamet, Fitria Vivi S.
Selayaknya para fans. Mengoleksi gambar mereka merupakan suatu kesenangan tersendiri. Disetiap gambar yang saya koleksi disebaliknya tertulis lagu-lagunya. Jadi bisa sekalian untuk menghafalkan syairnya. Diproduksi oleh percetakan berinisial A.B.D., T, dan M. Gambar-gambar ini diselipkan di dalam bungkusan kembang gula endog cecak alias telur cicak. Permen jaman dulu berupa bulatan kecil berwarna-warni, manis rasanya.
Dari gambar-gambar tersebut terlihat trend pakaian saat itu. Iyut Bing Slamet tampak tomboy dengan jaket dan celana jeans biru serta syal merah di leher. A. Rafiq berbaju lengan panjang yang dimasukkan ke celana. Kancing baju dilepas beberapa agar terlihat dada dan kalung cakar harimaunya. Tidak lupa sepatu jenggel dan celana cut bray yang memang trend saat itu. Dina Mariana dan Fitria Vivi S memakai baju yang marak saat itu, kaos tanpa lengan.
Gaya rambut juga berbeda. Kebanyakan laki-laki dewasa berambut gondrong. Rambutnya sampai menutup telinganya.Istilah sekarang gondrong dangdut. Adi Bing Slamet dahulu rambutnya mirip rambut perempuan, poni. Model poni cocok untuk perempuan yang berdahi lebar, wajah panjang dan oval. Terkesan childish. Dina Mariana dan Fitria Vivi rambutnya di-blow out. Gaya rambut tersebut dibuat dengan memasang roll di ujung rambut sehingga jadi melengkung ke dalam. Pemanasan dilakukan dengan merendam roll tersebut ke air panas. Ada yang meledek, model rambut seperti ini sebagai model tutup panci.
Dari gambar yang remeh-remeh seperti itu kita dapat melacak gaya berpakaian tempo dulu.
30 April 2009
19 April 2009
Pasaran
By Saya Monika
Waktu saya berumur 3 tahun saya mulai bermain dengan teman sekampung. Biasanya waktu sehabis dhuhur. Saya gemar bermain pasaran. Di Kauman, Kotabanjar, Banjarnegara, Jawa Tengah, di rumah budhe saya, bersama taman-teman mulai mencari tanaman di kebun yang bisa digunakan untuk pasaran. Teman perempuan yang jadi penjualnya dan beberapa anak perempuan atau anak laki-laki sebagai pembelinya.
Kami memetik dedaunan, mencari bunga-bungaan, serta pelepah daun pisang sebagai bahan utamanya. Kami mencari tanaman yang bentuknya mirip dengan makanan yang akan kami jual. Bakmi kami buat dari tumbuhan inang pohon tetehan, abon dari putik bunga petai, paha ayam dari bonggol bunga petai, daun yang lunak diiris tipis-tipis sebagai sayur. Pelepah daun pisang yang diiris tipis-tipis sebagai kerupuknya. Mie bisa juga dibuat dari irisan daun pisang.
Mata uang menggunakan daun yang tebal semisal daun nangka. Daun yang agak besar dinilai 100 rupiah dan yang kecil senilai 50 rupiah. Jumlah uang biasanya disepakati sesuai jumlah jualan yang ada. Bagi yang masih kecil belum boleh ikut memotong dedaunan takut terluka oleh pisau. Istilah di tempat saya bagi anak yang membantu dalam berjualan dan bukan sebagai pemeran utama ini disebut bawang kothong. Yang berperan sebagai bawang kothong juga boleh berperan sebagai pembeli.
Keasyikannya terletak pada sat mencari bahan-bahannya. Sangat susah mencari mie dari inang pohon tetehan dan jumlahnya memang tidak banyak yang bentuknya kekuning-kuningan menjulur panjang mirip sekali dengan bentuk mie. Yang unik-unik dan sangat mirip dengan aslinya biasanya cepat lakunya.
Permainan ini akan berakhir bila semua dagangan sudah laku atau waktu sudah sore. Para pembeli akan berpura-pura memperagakan layaknya orang makan. "Nyam...nyam...uenak. Inyong durung sarap kiye, siki kencotan. Tambah maning," ucap teman saya. Ada yang dipincuk dengan daun pisang untuk dimakan ditempat atau dibungkus seakan-akan mau dibawa pulang.
Persoalan muncul ketika ibu tidak membolehkan pisau dapurnya dibawa keluar rumah untuk bermain pasaran. Mereka takut akan melukai tangan atau takut pisau dapurnya ilang. Jadi kadang-kadang harus umpetan dengan ibu untuk meminjamnya.
Permainan ini merupakan peniruan dari perilaku orang dewasa yang memasak di dapur dan juga menirukan ibu-ibu yang berjualan dipasar. Pembeli bisa menentukan lauk apa yang diinginkan. Bila yang membeli anak laki-laki biasanya suka jahil. Menggunakan mata uang dengan daun yang belum disepakati atau malah suka mengambil sendiri jenis makanan yang dijual.
Peniruan perilaku ini ternyata menjadi permainan yang cukup mengasyikkan juga dan masih kukenang sampai sekarang. Makanya saat ini saya tertarik teater yang mengajari saya ilmu peran.
Waktu saya berumur 3 tahun saya mulai bermain dengan teman sekampung. Biasanya waktu sehabis dhuhur. Saya gemar bermain pasaran. Di Kauman, Kotabanjar, Banjarnegara, Jawa Tengah, di rumah budhe saya, bersama taman-teman mulai mencari tanaman di kebun yang bisa digunakan untuk pasaran. Teman perempuan yang jadi penjualnya dan beberapa anak perempuan atau anak laki-laki sebagai pembelinya.
Kami memetik dedaunan, mencari bunga-bungaan, serta pelepah daun pisang sebagai bahan utamanya. Kami mencari tanaman yang bentuknya mirip dengan makanan yang akan kami jual. Bakmi kami buat dari tumbuhan inang pohon tetehan, abon dari putik bunga petai, paha ayam dari bonggol bunga petai, daun yang lunak diiris tipis-tipis sebagai sayur. Pelepah daun pisang yang diiris tipis-tipis sebagai kerupuknya. Mie bisa juga dibuat dari irisan daun pisang.
Mata uang menggunakan daun yang tebal semisal daun nangka. Daun yang agak besar dinilai 100 rupiah dan yang kecil senilai 50 rupiah. Jumlah uang biasanya disepakati sesuai jumlah jualan yang ada. Bagi yang masih kecil belum boleh ikut memotong dedaunan takut terluka oleh pisau. Istilah di tempat saya bagi anak yang membantu dalam berjualan dan bukan sebagai pemeran utama ini disebut bawang kothong. Yang berperan sebagai bawang kothong juga boleh berperan sebagai pembeli.
Keasyikannya terletak pada sat mencari bahan-bahannya. Sangat susah mencari mie dari inang pohon tetehan dan jumlahnya memang tidak banyak yang bentuknya kekuning-kuningan menjulur panjang mirip sekali dengan bentuk mie. Yang unik-unik dan sangat mirip dengan aslinya biasanya cepat lakunya.
Permainan ini akan berakhir bila semua dagangan sudah laku atau waktu sudah sore. Para pembeli akan berpura-pura memperagakan layaknya orang makan. "Nyam...nyam...uenak. Inyong durung sarap kiye, siki kencotan. Tambah maning," ucap teman saya. Ada yang dipincuk dengan daun pisang untuk dimakan ditempat atau dibungkus seakan-akan mau dibawa pulang.
Persoalan muncul ketika ibu tidak membolehkan pisau dapurnya dibawa keluar rumah untuk bermain pasaran. Mereka takut akan melukai tangan atau takut pisau dapurnya ilang. Jadi kadang-kadang harus umpetan dengan ibu untuk meminjamnya.
Permainan ini merupakan peniruan dari perilaku orang dewasa yang memasak di dapur dan juga menirukan ibu-ibu yang berjualan dipasar. Pembeli bisa menentukan lauk apa yang diinginkan. Bila yang membeli anak laki-laki biasanya suka jahil. Menggunakan mata uang dengan daun yang belum disepakati atau malah suka mengambil sendiri jenis makanan yang dijual.
Peniruan perilaku ini ternyata menjadi permainan yang cukup mengasyikkan juga dan masih kukenang sampai sekarang. Makanya saat ini saya tertarik teater yang mengajari saya ilmu peran.
Labels:
banjarnegara,
bawang kothong,
daun-daunan,
monika,
pasaran,
pembeli,
penjual,
pincuk,
seni peran
18 April 2009
Katjang Tjap Kutjing
By : Kelik Supriyanto
Bagi yang pernah jadi anak-anak era 80-an di Yogyakarta, barangkali pernah menemui penjual camilan berupa kacang shanghai. Kacang shanghai adalah kacang tanah yang dibalut dengan tepung plus bumbu garam, gula, bawang. Dikenal dengan sebutan kacang atom atau tapioca flour coated peanut. Dikemas dalam bungkus plastik dan diselipkan kertas bergambar didalamnya. Gambar itulah yang dikoleksi oleh anak-anak pada waktu itu.
Gambar yang sempat aku koleksi terdiri dari gambar tank sebanyak 4 buah, mobil sport sebanyak 5 buah, motor cross 6 buah, motor beroda tiga sebuah dan sebuah gambar hiasan janur manten. Untuk gambar mobil sport formatnya lebih kecil dari gambar yang lain, berukuran 3,2 cm x 6 cm, sedang gambar yang normal berukuran 4,5 cm x 6 cm. Mungkin untuk menghemat biaya karena gambarnya full color yang tentunya mahal biaya cetaknya. Dicantumkan pula nomor merek dagangnya, Reg MD 3012131 dan daftar syah no 59750. Menurut database Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, kacang shanghai Cap Kucing beralamat di jl. mangga no 37 Tulungagung Jawa Timur.
Kacang macam inilah yang merupakan generasi awal pengemasan camilan dari kacang yang sekarang dikemas dengan sangat apiknya. Pengolahan kacang yang awalnya hanya direbus, digoreng, dibuat kacang telor, atau kacang atom, dan sekarang diolah dengan oven dan diberi bermacam rasa. Dikemas secara menarik sehingga diminati oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Tapi kenangan akan mainan bergambar dari dalam bungkus Katjang Tjap Kutjing tersebut dapat membuktikan akan ketertarikan saya akan gambar berwarna terutama foto, ternyata sudah sejak kecil. Apa yang kita impikan saat kanak-kanak akan menjadi kenyatan saat ini. Awalnya mengagumi karya orang lain, selanjutnya menciptakan karya sendiri.
Inilah jejak masa lalu saya yang masih bisa selamat dari kerusakan akibat kelembaban udara atau dimakan oleh rayap yang telah mengunyah koleksi beberapa buku bergambar saya.
13 April 2009
Jaranan dari Batang Daun Pisang
By Yuwono Rahman
Waktu kecil, sering kali ibu bikin lontong atau masakan lain yang membutuhkan daun pisang. Bapak biasanya memotong barang satu atau dua daun pisang dari pohon pisang di belakang rumah. Biasanya batang dari bagian tengah daun pisang dibuang saja. Atau, kalo saya ikut membantu mengambil daun pisang, bapak biasanya membikin berbagai mainan dari batang daun pisang, salah satunya jaranan ini.
Batang dari daun pisang mudah di bentuk, dengan pisau dan bengkokan di sana-sini, tidak membikin batang patah. Untuk membikin Jaranan, pertama, ambil batang dari daun pisang (1,2), dan bikin dua sayatan di kanan kiri ujung batang (3) dengan pisau. Bikin lekukan dengan pisau
seperti gambar (4). Dengan hati-hati, tekuk batang daun pisang di
bagian lekukan ini. Dua sayatan samping akan menjadi "telinga" dari
kuda.
Ambil tali plastik atau tali dari pinggir pelapah daun pisang seperti
digambar. Ikat batang daun pisang sperti gambar (5). Lanjutakan
tekukan dan tali seperti gambar (6). Dan jadilah jaranan seprti gambar
(7). Kalau masih ada sisa batang, bisa dijadikan cambuk untuk kuda.
Mainan ini murah, dan bisa dibikin kapan saja. Kalau rusak, tidak
perlu pusing, karena bisa petik dan bikin lagi. Kejelekanya cuma satu.
Getah pisang sangat susah dihilangkan kalau kena baju. Jadi biasanya
anak-anak harus hati-hati bermain jaranan ini. Pakai baju jelek, atau
kalau perlu tidak usah pake baju. Haha..
Waktu kecil, sering kali ibu bikin lontong atau masakan lain yang membutuhkan daun pisang. Bapak biasanya memotong barang satu atau dua daun pisang dari pohon pisang di belakang rumah. Biasanya batang dari bagian tengah daun pisang dibuang saja. Atau, kalo saya ikut membantu mengambil daun pisang, bapak biasanya membikin berbagai mainan dari batang daun pisang, salah satunya jaranan ini.
Batang dari daun pisang mudah di bentuk, dengan pisau dan bengkokan di sana-sini, tidak membikin batang patah. Untuk membikin Jaranan, pertama, ambil batang dari daun pisang (1,2), dan bikin dua sayatan di kanan kiri ujung batang (3) dengan pisau. Bikin lekukan dengan pisau
seperti gambar (4). Dengan hati-hati, tekuk batang daun pisang di
bagian lekukan ini. Dua sayatan samping akan menjadi "telinga" dari
kuda.
Ambil tali plastik atau tali dari pinggir pelapah daun pisang seperti
digambar. Ikat batang daun pisang sperti gambar (5). Lanjutakan
tekukan dan tali seperti gambar (6). Dan jadilah jaranan seprti gambar
(7). Kalau masih ada sisa batang, bisa dijadikan cambuk untuk kuda.
Mainan ini murah, dan bisa dibikin kapan saja. Kalau rusak, tidak
perlu pusing, karena bisa petik dan bikin lagi. Kejelekanya cuma satu.
Getah pisang sangat susah dihilangkan kalau kena baju. Jadi biasanya
anak-anak harus hati-hati bermain jaranan ini. Pakai baju jelek, atau
kalau perlu tidak usah pake baju. Haha..
08 April 2009
Malingan
By : At tachriirotul Muyassaroh
Mungkin, 12 tahun yang lalu saya kerap memainkan salah satu permainan tradisional di daerah saya. Tepatnya di Temanggung, salah satu daerah penghasil tembakau. Biasanya kami menyebut permainan itu "Malingan" . Cukup simpel siy..hehe.
Biasanya, permainan itu terdiri dari dua orang. Masing cukup bermodal "lidi" kurang lebih 7 cm dan berjumlah sekitar 30. Permainan dimulai dengan membuat gambar persegi 25cm x 25cm. Kemudian, lidi itu "disebar" di dalam kotak. Tapi inget, lidi yang tidak di dalam kotak tidak termasuk ke dalam permainan.
Nah...setelah lidi itu ada di dalam persegi, tugas salah satu anggota adalah mengambilnya tanpa menyentuh lidi yang lain. Tidak boleh ada bantuan, kecuali menggunakan lidi.
Lidi yang diluar kotak menjadi milik lawan mainnya. Tidak boleh diambil. Lidi ini kemudian ditaruh di dalam kotak untuk menjebak agar pemain mengambilnya. Bila terambil maka lawan akan teriak, "Maling...maling..maling..." Dia telah mengambil lidi yang bukan haknya dan dinyatakan telah mati. Sedangkan anggota yang lain harus mengawasinya juga agar tidak terjadi kecurangan. He..he...
Nah. Salah satu pemain dikatakan menang jika lidi yang berhasil diambil lebih banyak. Dan, permainan dikatakan selesai saat salah satu pemain berhasil mengambil seluruh lidi miliknya. Cukup menyenangkan menurut kami, karena, disitu kecermatan mengambil lidi sangat diperlukan...Dan, tentunya dibutuhkan ingatan yang kuat untuk menentukan lidi yang boleh diambil dengan lidi yang tidak boleh diambil.
Dulu, saat kami memainkannya, salah satu pemain yang menang berhak meminta sesuatu dari pemain yang kalah.. Misal, ditraktir ato apalah...hehe...
Tapi, lama sekali permainan ini invisible...dan terkalahkan dengan permainan modern yang mulai menjamur...
Selamat mencoba...
heheh
Mungkin, 12 tahun yang lalu saya kerap memainkan salah satu permainan tradisional di daerah saya. Tepatnya di Temanggung, salah satu daerah penghasil tembakau. Biasanya kami menyebut permainan itu "Malingan" . Cukup simpel siy..hehe.
Biasanya, permainan itu terdiri dari dua orang. Masing cukup bermodal "lidi" kurang lebih 7 cm dan berjumlah sekitar 30. Permainan dimulai dengan membuat gambar persegi 25cm x 25cm. Kemudian, lidi itu "disebar" di dalam kotak. Tapi inget, lidi yang tidak di dalam kotak tidak termasuk ke dalam permainan.
Nah...setelah lidi itu ada di dalam persegi, tugas salah satu anggota adalah mengambilnya tanpa menyentuh lidi yang lain. Tidak boleh ada bantuan, kecuali menggunakan lidi.
Lidi yang diluar kotak menjadi milik lawan mainnya. Tidak boleh diambil. Lidi ini kemudian ditaruh di dalam kotak untuk menjebak agar pemain mengambilnya. Bila terambil maka lawan akan teriak, "Maling...maling..maling..." Dia telah mengambil lidi yang bukan haknya dan dinyatakan telah mati. Sedangkan anggota yang lain harus mengawasinya juga agar tidak terjadi kecurangan. He..he...
Nah. Salah satu pemain dikatakan menang jika lidi yang berhasil diambil lebih banyak. Dan, permainan dikatakan selesai saat salah satu pemain berhasil mengambil seluruh lidi miliknya. Cukup menyenangkan menurut kami, karena, disitu kecermatan mengambil lidi sangat diperlukan...Dan, tentunya dibutuhkan ingatan yang kuat untuk menentukan lidi yang boleh diambil dengan lidi yang tidak boleh diambil.
Dulu, saat kami memainkannya, salah satu pemain yang menang berhak meminta sesuatu dari pemain yang kalah.. Misal, ditraktir ato apalah...hehe...
Tapi, lama sekali permainan ini invisible...dan terkalahkan dengan permainan modern yang mulai menjamur...
Selamat mencoba...
heheh
Langganan:
Postingan (Atom)