19 April 2009

Pasaran

By Saya Monika

Waktu saya berumur 3 tahun saya mulai bermain dengan teman sekampung. Biasanya waktu sehabis dhuhur. Saya gemar bermain pasaran. Di Kauman, Kotabanjar, Banjarnegara, Jawa Tengah, di rumah budhe saya, bersama taman-teman mulai mencari tanaman di kebun yang bisa digunakan untuk pasaran. Teman perempuan yang jadi penjualnya dan beberapa anak perempuan atau anak laki-laki sebagai pembelinya.

Kami memetik dedaunan, mencari bunga-bungaan, serta pelepah daun pisang sebagai bahan utamanya. Kami mencari tanaman yang bentuknya mirip dengan makanan yang akan kami jual. Bakmi kami buat dari tumbuhan inang pohon tetehan, abon dari putik bunga petai, paha ayam dari bonggol bunga petai, daun yang lunak diiris tipis-tipis sebagai sayur. Pelepah daun pisang yang diiris tipis-tipis sebagai kerupuknya. Mie bisa juga dibuat dari irisan daun pisang.

Mata uang menggunakan daun yang tebal semisal daun nangka. Daun yang agak besar dinilai 100 rupiah dan yang kecil senilai 50 rupiah. Jumlah uang biasanya disepakati sesuai jumlah jualan yang ada. Bagi yang masih kecil belum boleh ikut memotong dedaunan takut terluka oleh pisau. Istilah di tempat saya bagi anak yang membantu dalam berjualan dan bukan sebagai pemeran utama ini disebut bawang kothong. Yang berperan sebagai bawang kothong juga boleh berperan sebagai pembeli.

Keasyikannya terletak pada sat mencari bahan-bahannya. Sangat susah mencari mie dari inang pohon tetehan dan jumlahnya memang tidak banyak yang bentuknya kekuning-kuningan menjulur panjang mirip sekali dengan bentuk mie. Yang unik-unik dan sangat mirip dengan aslinya biasanya cepat lakunya.

Permainan ini akan berakhir bila semua dagangan sudah laku atau waktu sudah sore. Para pembeli akan berpura-pura memperagakan layaknya orang makan. "Nyam...nyam...uenak. Inyong durung sarap kiye, siki kencotan. Tambah maning," ucap teman saya. Ada yang dipincuk dengan daun pisang untuk dimakan ditempat atau dibungkus seakan-akan mau dibawa pulang.

Persoalan muncul ketika ibu tidak membolehkan pisau dapurnya dibawa keluar rumah untuk bermain pasaran. Mereka takut akan melukai tangan atau takut pisau dapurnya ilang. Jadi kadang-kadang harus umpetan dengan ibu untuk meminjamnya.

Permainan ini merupakan peniruan dari perilaku orang dewasa yang memasak di dapur dan juga menirukan ibu-ibu yang berjualan dipasar. Pembeli bisa menentukan lauk apa yang diinginkan. Bila yang membeli anak laki-laki biasanya suka jahil. Menggunakan mata uang dengan daun yang belum disepakati atau malah suka mengambil sendiri jenis makanan yang dijual.

Peniruan perilaku ini ternyata menjadi permainan yang cukup mengasyikkan juga dan masih kukenang sampai sekarang. Makanya saat ini saya tertarik teater yang mengajari saya ilmu peran.