By : M. Sofwan Hadi
“Te”, dibaca layaknya pengucapan “tempe”. Permainan murah meriah—bahkan bisa dikatakan tak perlu mengeluarkan budget khusus—sekaligus membutuhkan keuletan dari para pemainnya. Selain itu, permainan ini pun melatih daya fisik para pemainnya. Sebab, sepanjang permainan permain harus berlari dan berkelit dengan cepat. Pemain yang mempunyai kemampuan berlari yang “Siip” sangat diperhitungkan. Permainan ini sudah terwariskan turun temurun di desa saya di Meger, Ceper, Klaten, Jawa Tengah, entah sejak kapan. Sistem permaian ini, tidak berbeda jauh dengan aturan permaian petak umpet yang sangat fenomenal di Indonesia. Hanya saja media permainannya yang lain.
Pertama, dibutuhkan pemain lebih dari dua orang (minimal dua orang), tanah lapang, dan pecahan genteng yang disebut dengan wingko—masing-masing pemain mempunyai satu wingko. Selanjutnya, membuat lingkaran di tanah sebagai pusat permainan. Permainan dimulai dengan cara nuju (masing-masing pemain melemparkan wingko ke arah lingkaran dengan jarak tertentu), untuk menentukan siapa yang akan menjadi penjaga. Pemain yang wingko-nya jatuh dengan jarak paling jauh dari lingkaran, dialah yang menjadi penjaga.
Kedua, saat sudah diperoleh siapa yang menjadi penjaga, sontak pemain lainnya langsung berlari mencari tempat persembunyian sembari penjaga menata wingko secara vertikal (ditumpuk) tepat di tengah lingkaran. Setelah selesai merapikan wingko yang berserakan, panjaga kemudian mencari pemain lainnya yang telah bersembunyi. Aturannya, bagi penjaga, ketika menemukan pemain yang bersembunyi, dia diwajibkan memekikan kata “Tekong” dan diikuti nama pemain yang ditemukan. Tidak selesai sampai di situ, penjaga harus menuju lingkaran tempat wingko ditumpuk dan disertai teriakan “Gong”, tanda telah menyentuh lingkaran.
Dan proses menuju lingkaran inilah yang menarik, penjaga harus berjibaku, saling sikut, dalam suatu perlombaan lari menuju lingkaran dengan pemain yang di”tekong”. Sebab, apabila penjaga belum menyentuh lingkaran pemain mempunyai kesempatan untuk meruntuhkan kembali tatanan wingko. Itu artinya penjaga harus menata ulang wingko, dan pemain yang di”tekong”mempunyai kesempatan untuk bersembunyi lagi. Dan pemain lainnya pun boleh meruntuhkan tatanan wingko untuk membebaskan pemain yang tertangkap sekaligus melanggengkan pekerjaan si penjaga. Untuk itu, penjaga harus mengamankan tatanan wingko supaya tidak “dihancurkan” pemain lainnya.
Dalam suatu permainan, sudah lazim seorang pemain menjadi penjaga “abadi”. Hal ini disebabkan penjaga tidak dapat menemukan semua pemain. Untuk itulah, dibutuhkan kemampuan fisik yang fit, ulet dan lari yang cepat. Dan tidak jarang permainan digelar berkali-kali, dan berhari-hari dengan penjaga yang sama. permainan akan selesai ketika penjaga telah menemukan semua pemain atawa si penjaga ngambek.